Mengejar harap

Setiap hari aku diharuskan bangun sebelum fajar nampak.
Bersiap-siap untuk berangkat ke suatu tempat, yang katanya "awal" dari segala harap.
Siang telah kulalui,
kini sore menghampiri,
sebentar lagi aku siap untuk pulang,
kembali lagi tidur di atas ranjang,
menunggu kegiatan berikutnya yang harus kulakukan.
Gelap mulai datang,
senja pun perlahan menghilang.
Kini...
sepinya gelap menghangatkan, dengan bebatuan yang memantulkan cahaya matahari,
kini kusiap menghadapi malam ini,
karena esok pagi, aku harus bergegas mengejar mimpi-mimpi.

Setelah lama mengempuh,
setelah satu persatu lara mulai rapuh,
aku selalu mendamba akan tentram yang menjadi-jadi,
akan tenang yang terlalu kuyakini.
Kini dia menghianati hati,
mengolah semua bahagia menjadi luka.

Aku tak tau untuk apa semua peraturan ini,
seakan tidak ada yang lebih pantas diadili.
Hanya karena sepasang pakaian yang salah,
aku akhirnya harus meninggalkan saat yang sudah kutunggu sejak malam.
Menebas semua amarah yang merajalela.
Kini hatiku berkata "Ah sudahlah, mungkin ia tak mau melihat muridnya sukses".
Katanya tempat itu adalah tempat untuk belajar,
mengapa justru aku dihajar?,
di hajar oleh aturan yang tidak ada hubungannya dengan belajar;
di hajar oleh aturan yang sebenarnya tak apa untuk kulanggar

Comments

Popular Posts